**( coretan ,bukan dri karya ku hnya copy paste dari sebuah 'DIARY'..)
Membuyut dukaku di Tanah ILUSI.. |
Kemarin, ketika mendung di pagi hari, pelangi menghiasi dinding-dinding langit dan embun berjatuhan dari angkasa raya, aku terduduk diam menanti seorang bidadari.
Sekelumit kisah kubaca, mulai dari Tenggelamnya Kapal Van Der Wickh sampai dengan Ayat-Ayat Cinta, tak lupa kisah Sayap-sayap Patah pun ikut terjamah, bidadari ku belum juga terlihat batang hidungnya.
Terkesima aku dengan kebosanan, pagi telah berganti menjadi petang. Kudapati diriku duduk di kesendirian, mengais tanah cinta yang terlupakan.
“Mungkin ia telah lupa akan janjinya,” batinku, mengisi kekosongan waktu.
Aku bangkit, perlahan tapi pasti menuju pengola di halaman rumahnya yg bagai istana bagiku..
Aku bangkit, perlahan tapi pasti menuju pengola di halaman rumahnya yg bagai istana bagiku..
Rerama bertingkah seakan hendak mengejek kesendirianku. Meskipun begitu, aku begitu sayang pada taman ini karena bersamanya, aku punya kisah cinta.
Dari kejauhan, tampak seorang wanita. Tubuhnya langsing sederhana, mungil, jilbab merah muda menutupi belahan kepala. Sepasang kaca tipis menghiasi matanya, dengan jubah hitam menambah gaya. Aku terpana walau dalam gayanya yg sederhana..
Aku tersipu, dia gadisku. Janji di pagi hari, sampainya petang. Apa gerangan ia seperti itu. Kutanya padanya, ketika ia datang menyapa. Tergurat luka, berderai air mata. Pipinya yang bersih, kini tlah ternoda, bibirnya yang indah kini tlah terluka.
Dipeluknya tubuh yang kian berkurang. Diratapi nasib dengan semua racauan. Semakin lama, tangannya semakin kuat. Ku lepaskan dan ku lihat, matanya telah sembab.
“Aku tak akan hidup lama wakk,” ungkapnya dengan terputus-putus.
“Kenapa?” aku bertanya.
“Aku sakit, abngkan lebih tahu itu..Penyakit ini hnya akan mmbuat abang menderita seumur mencintai aku..” jujurnya padaku membuat aku menjadi pilu.
Aku tahu LEUKEMIA yg buah hatiku idap ini amat mnggoncng setiap harapan..terutama keluarganya dan jantungku bagai di rengut setelah sekian lama aku mngenalinya sebagai seorng gadis yg cukup ceria dan periang..
Jawabannya membuat lemas tulang sumsum ku. Aku tertunduk lesu dan menatapi tanah yang masih basah. Aku memang bukan siapa-siapa. Karena aku adalah mereka yang tertimpa bencana.
Kekasihku adalah orang yang berpunya. Selain harta, orang tuanya pun bertahta.
Tapi aku manusia, yang punya ilmu dunia semata. Aku sedang menjejaki dakwah pimpinan ulama yang penuh karisma. Aku bukan santri, tapi aku seorang thaliban ( he.he, putriku marah bila aku kata aku hnya seorng Taliban ).
“Aku tak ingin, kita dipisahkan. Mati pun aku rela demi bersamamu. Bawalah aku cinta yang ku impikan. Tapi aku sudah lemah begini ” bisiknya.
Hatiku gelisah, semua seperti mimpi. Kemarin aku baru saja menginjak kaki di rumahnya yang megah.
“Dinda, aku tahu dirimu adalah anak sang saudagar kaya. Aku tahu, engkau bidadari yang datang dari surga. Berbeda dengan aku. Aku hanyalah seorang yang hina dina, paling tidak dlm cintamu. Jika memang cinta kita tak direstui oleh takdir, aku kan membawamu kemana saja. Tapi beri aku waktu Tuhan..
Kata-kataku membuat ia terbaring di atas tanah yang mulai mengering. Suara Azan tak mampu membendung tangisan gadis yang kucintai. Wangi bunga tak mampu menghapus duka dua anak manusia. Aku pasrah, gadisku juga.
“Baiklah…jika itu pinta mu…aku kan menunggu dan mencintai mu. Kekasih ku yang gagah dan berjiwa ksatria, meskipun hari ini adalah hari terakhir untuk kita, satu kata yang ingin ku ucapkan di telingamu. Dengarlah bisikku hai Arjuna.” bisiknya padaku..aku ingat..dan ingat..
Aku berharap seperti itu gadisku, mimpiku di tanah ilusi tak kan pernah kuhiasi dengan bidadari lain yang ada. Aku kan menemuimu di dalam bunga tidurku, meski kita kan terpisah jarak dan waktu. Aku berjanji tak kan pernah mencari lagi cinta yang lain, karena telah kutasbihkan hidupku sebagai suamimu, walaupun Tuhan telah menakdirkan kita berpisah, tapi selamanya aku kan mencintaimu.
“Janjimu padaku akan ku ingat selalu…cintaku padamu tak kan pernah layu. Pergilah, jadilah anak yang berbakti, biar aku sendiri berteman sepi di tanah ilusi,” desahku padanya. Aku tinggalkan putriku di r
anjang kenanya dgn segunung doa...
( maafkan aku..)
C.I.N.T.A ADALAH ANUGRAH, PELIHARALAH IA SEMENTARA KITA MASIH MERASAI KEUJUDANNYA...
No comments:
Post a Comment