Menurut
hatiku hujan itu hangat, dimana ia boleh berteduh dalam deras hujan yang
membasahi sekujur inci tubuh ini, berteduh dari deras air mata yang mengalir
seirama dengan musik hujan. “muzik
rintik-rintik ini halus sekali” bisik jiwaku kala itu, “menghadirkan pesona kerinduan tak
terbantahkan”. Terkadang aku melihat hujan itu berwana hijau, lain
waktu merahnya hujan menyala dalam mata ini, pagi itu hujan diwarnai menjadi
biru damai…ochhh indahh..
Ketika
aku merenungi rintik hujan yang menderas pagi itu, akupun menuliskannya…
Proses
apa yang sudah kau lalui hujan ?
Hingga
kau begitu indahnya membasuh bumi yang “kering” dan menyedihkan ini ?
Mereka
marah, gelisah, bahkan benci ketika kau turun dengan teramat derasnya…
Menghentikan
sejenak riuh gaduh rencana mereka,
Mereka
membagi amarah sejauh angin berhembus
Aku
sedih…
jika
kau mendengarnya atau membacanya…
Namun
kau tetap berbagi kasih airmu
Kau
tumpahkan laut di atas sana dengan begitu mempesonanya
Tercurah
kesejahteraan untuk kehidupan di bumi
Aku
pernah melihat awan hitam bergulung-gulung tebal
Mengabarkan
pesona hujan yang akan segera membumi…
Namun
sungguh sayang, hujan hanya merintik serintik
Tak
banyak…
Tak
sebanyak petir yang menyambar kesana kemari
Padahal
bumi sudah terlampau kering saat itu…
Aku
tahu, kau hanya ingin menguji kami
Sebahagian
kami tetap bersyukur karena rindunya pada hujan terpenuhi
Walau
hanya wangi
hujan yang teraroma,
Walau
hanya rintik halusnya yang bercerita tentang hujan yang juga merindukan bumi…
Namun
sebahagian dari kami menyulutkan emosi hingga ke kepala
Memaki
khabar hujan deras yang akan menunda kehadiran mereka di tempat tujuan
Hanya
karena awan bergulung-gulung itu hadir lima minit sebelum jam pulang mereka
Ya,
Jakarta sore, aku akan pulang Jumaat nanti ke bumi Malaysia, dan hujan deras…
Terbayang
berduyun-duyun kendaraan akan menampilkan tingkat pengendalian diri sang
pengemudi
mendesak,
melesak ke sana ke mari demi celah…
pulang
!
Pada
waktu yang lain
Hujan
deras turun dengan cerianya
Mengisi
senyum-senyum manis yang tulusnya terpancar binar matanya
~si
Kecil iseng menjerit dengan mulut mungilnya mencari sesuap nasi di kota ini..
“ Mba…
payungnya mba…. Biar gak basah… “
“ Om..
payungnya Om.. biar tetep ganteng…”
“ Kak..
payungnya Kak… biar gak lecek… “
Dalam
pandanganku mereka bocah-bocah manis sekali
Dengan
payung yang sungguh jauh lebih besar dari tubuh mungil itu
Berlari
kesana kemari menawarkan teduh payung besar
bagi
mereka yang berbaris rapi ketakutan basah
Mataku
menangkapnya dari sekian banyak bocah berpayung di sekelilingnya
Bibir
kecil itu gemetar mulai kedinginan
Wajahnya
mulai pucat
Ia
berdiri di tengah hujan deras
Ia tak
membawa payung seperti yang lain
Aku
tahu ia menangis…
Walau
air matanya berpacu dengan derasnya hujan
Aku
tahu ia bersembunyi dalam hujan deras…
“kamu
kenapa adik kecil ?” tanyaku memayunginya…
Tak
menjawabku Ia malah berlari kencang sekali meninggalkanku
Akupun
mengikutinya,
Berlari,
Tak
peduli dengan payung yang sudah tak sejalan dengan tubuh dan kepala yang seharusnya
diteduhi.. Aku sama bermandi hujan..berpeluh kah aku? Atau air mataku juga
terjurai?
Aku
menutupnya dan terus berlari mengikuti langkah kaki-kaki kecil itu
Iapun
berhenti,
Seakan
jantungku pun ikut berhenti
Ketika
ia menoleh
Bibir
kecil itu gemetar, lalu Ia berbicara…
“Ibuku
sakit, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa…
Aku mau
cari uang,
Tapi
aku tidak punya payung untuk ojek payung…
aku
menangis di depan tadi,
bukan
pada siapapun,
aku
berdoa pada Tuhan agar DIA bersama hujannya yang deras mau membantu Ibuku…
karena
Ibuku bilang, hujan itu nikmat Tuhan… “
Kulihat
seorang ibu terbaring lemah beralaskan kardus bekas
di
depan sebuah toko yang tertutup..
Kolong
itu..lusuh...
Kotor
sekali sekelilingnya
Wajah
itu pucat sekali,
Hanya
jika aku ingin memahaminya sebagai sebuah kisah berharga
Menjadi
kenangan terbuang
Atau
menjadi hikmah yang membantu kehidupan. ( titik @ noktah )..
Hujan…
Pagi
ini kau indah sekali
Dengan
atau tanpa pelangi mengiringi kepergianmu
Aku
tetap merindukan rintikmu, derasmu, aromamu…
Hujan
pagi,
20/12/2012...
Aku
belajar tersenyum, menutup lembar buku
diary yang sudah nyaris penuh. Aku beranjak dari jendela tempatku melihat hujan,
perlahan aku mau berlari dalam hujan lagi..Untuk Tangisan Kesekian kalinya..
Kehidupan
berproses, seperti hujan yang kadang menderas, mendesah kadang merintik saja.
Hidup tak selamanya duka juga tak selamanya suka…
Hujan
akan berhenti,
Badai
juga akan berlalu,
Nikmati
keadaannya,
Sebentar
juga hanya akan menjadi kenangan…
Mari
tersenyum :)
Hari-hari
yang hebat untuk hati yang sehat ....^________^
~Arora~
C.I.N.T.A ADALAH ANUGRAH, PELIHARALAH IA SEMENTARA KITA MASIH MERASAI KEUJUDANNYA...
No comments:
Post a Comment